Lapisan Pajak Penghasilan Baru di UU HPP

Jakarta - Dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR bersama dengan Sri Mulyani pada hari Kamis, 7 Oktober 2021 lalu, pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Diantara perubahan yang tercantum didalamnya, terdapat juga pergantian dalam lapisan tarif Pajak Penghasilan (PPh) dimana telah ditambahkan satu lapisan baru yaitu tarif tertinggi sebesar 35% bagi WP OP dengan penghasilan lebih dari Rp 5 miliat per tahun.


Dalam laporan milik Menkeu, dikatakan "UU tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan merupakan bagian dari reformasi struktural di bidang perpajakan dan ini bertujuan untuk mendukung cita-cita Indonesia maju, yaitu Indonesia yang ekonomi untuk tetap maju dan berkelanjutan, dengan pemerataan dan inklusivitas, serta didukung oleh sumber daya manusia yang unggul dan kompetitif,".


Salah satu perubahan yang terdapat di dalam UU HPP berhubungan dengan lapisan penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan (PPh). Awalnya hanya terdapat empat lapisan penghasilan kena pajak, tapi sekarang berubah menjadi lima lapisan. Perubahannya yaitu, adanya lapisan baru atau lapisan kelima.


Baca juga Efektivitas Penerbitan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP)


Pada RUU HPP terdapat tarif pajak untuk orang kaya, atau yang memiliki penghasilan di atas Rp 5 miliar per tahun. Sehingga, lapisan pajak dan tarif pajaknya berdasarkan pasal 17 ayat (1) RUU HPP adalah:

  1. Sampai dengan Rp 60 juta tarif pajak 5 persen

  2. Di atas Rp 60 juta sampai dengan Rp 250 juta tarif pajak 15 persen

  3. Di atas Rp 250 juta sampai dengan Rp 500 juta tarif pajak 25 persen

  4. Di atas Rp 500 juta sampai dengan Rp 5 miliar tarif pajak 30 persen

  5. Di atas Rp 5 miliar tarif pajak 35 persen


Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan, penambahan lapisan adalah cara pemerintah untuk berpihak kepada masyarakat. Ketentuan mengenai lapisan penghasilan dan tarif pajak dalam UU HPP dianggap lebih adil dari sebelumnya.

Yustinus mengatakan, "jadi, yang penghasilan kecil dilindungi, yang berpenghasilan tinggi dipajaki lebih tinggi pula. Ini sesuai dengan prinsip ability to pay alias gotong royong, yang mampu bayar lebih besar."


Penambahan lapisan baru pada tarif PPh orang pribadi sebelumnya sudah beberapa kali dibahas di dalam rapat kerja Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dengan Komisi XI DPR RI.


Kenaikan tarif dan penambahan lapisan diperlukan karena pemajakan orang kaya yang kurang maksimal karena adanya pengaturan terkait fringe benefit (natura).


Selama tahun 2016-2019, rata-rata tax expenditure PPh OP atas penghasilan natura sebesar Rp 5,1 triliun. Selama 5 tahun terakhir, hanya 1,42 persen dari total wajib pajak orang pribadi yang melakukan pembayaran pajak dengan tarif tertinggi sebesar 30 persen.


"Bila dilihat dari penghasilan kena pajak yang dilaporkan, hanya 0,30 persen dari jumlah wajib pajak OP yang memiliki penghasilan kena pajak lebih dari Rp 5 miliar per tahun," kata Sri Mulyani.


Dia juga mengungkapkan, jumlah lapisan pajak orang pribadi di Indonesia masihlah sedikit jika dibandingkan dengan negara di luar sana. Contohnya, negara seperti Vietnam dan Filipina memiliki 7 lapisan pajak. Jumlah tax bracket di Indonesia yang hanya terdiri dari 4 lapisan, mengakibatkan PPh orang pribadi di Indonesia jadi kurang progresif.


Kenaikan lapisan tarif yang terjadi pada PPh jika kita telisik, terdapat setidaknya 2 (dua) perubahan dari ketentuan sebelumnya. Dimana pada lapisan pertama di ketentuan sebelumnya hanya sampai dengan Rp50 juta, namun berubah menjadi Rp60 juta pada lapisan tarif baru. Hal ini dapat diartikan bahwa pemerintah sedang berupaya dalam memberikan keringanan kepada masyarakat. Sebagai contoh, kita memiliki penghasilan dalam setahun, setelah dikurangi PTKP sebesar Rp50 juta, maka berdasarkan lapisan tarif yang terbaru ini kita tidak dikenai pajak penghasilan.


Di sisi lain, ketentuan yang baru ini juga menambah lapisan untuk masyarakat berpenghasilan tinggi atau lebih dari Rp 5Miliar. Jika pada lapisan tarif sebelumnya hanya dikenakan tarif sebesar 30%, maka pada lapisan tarif yang baru akan dikenakan 35%. Hal ini dapat diartikan bahwa pemerintah sedang membentuk keadilan. Yang mana masyarakat yang berpenghasilan rendah akan terlindungi, sedangkan yang berpenghasilan tinggi akan berkontribusi yang lebih tinggi, sesuai dengan prinsip gotong royong.